7 Mar 2016

Merumuskan Masalah dan Hipotesa

2.1.1 Pengertian Masalah
Masalah penelitian adalah bagian pertama dari suatu kegiatan yang harus ditemukan sebelum penelitian itu diteruskan. Oleh karena itu masalah penelitian memiliki kedudukan yang sentral. Masalah (problem) berasal dari bahasa yunani yaitu “proballein” yang artinya “maju ke depan”. Masalah penelitian adalah pertanyaan yang muncul dalam pikiran peneliti tentang sesuatu gejala atau bagian dari gejala yang belum diketahui jawabannya. Dalam penelitian, kata “masalah” tidak berarti sesuatu yang harus dipecahkan, tetapi adalah suatu pertanyaan yang ingin diketahui jawabannya. Oleh karena itu, penelitian terbatas pada usaha untuk menemukan jawaban. Sedangkan usaha untuk memecahkan atau menyelesaikan masalah itu, termasuk “implikasi” dari penelitian.[1]
Masalah adalah kesenjangan (gap) antara das sollen dan das sein; ada perbedaan antara apa yang seharusnya dengan apa yang ada dalam kenyataan, antara apa yang diperlukan dan apa yang tersedia, antara harapan dan kenyataan.kesenjangan (gap) antara harapan (das Sollen) dengan kenyataan (das Sein), antara kebutuhan dengan yang tersedia, antara yang seharusnya dengan yang ada. Penelitian diharapkan dapat memecahkan masalah atau setidak-tidaknya memperkecil kesenjangan.[2] Kesenjangan itulah yang menjadi inti masalah.  Masalah bisa bersifat konseptual-teoritis, maupun yang bersifat praktis yaitu masalah-masalah yang ditemui dalam kegiatan manusia sehari-hari.

2.1.2 Menemukan Masalah Penelitian
Menemukan masalah penelitian adalah suatu langkah awal dari suatu kegiatan penelitian. Bagi orang-orang yang belum berpengalaman meneliti, menemukan masalah bukanlah pekerjaan yang mudah dan bahkan boleh dikatakan sulit. Kemampuan menemukan masalah ditentukan antara lain oleh kepekaan dan kesediaan menyeleksi dan merasakan sesuatu yang dapat dimasukkan sebagai permasalahan dalam realitas sehari-hari. Kepekaan dalam melihat masalah dan mampu mengembangkannya merupakan syarat mutlak dalam penelitian. Seorang peneliti dapat menemukan masalah penelitian yang berarti dan bermakna, sangat ditentukan oleh tingkat kepekaan dalam menemukan dan memilih masalah. Kemampuan menyeleksi dan merasakan sesuatu yang dapat dimasukkan sebagai permasalahan serta fenomena alam yang ada juga sangat menentukan keberartian dan kebermaknaan dalam menemukan dan memilih masalah.
Untuk dapat menemukan permasalahan dengan cepat diperlukan persyaratan sebagai berikut:
1)      Peka, yaitu dapat menangkap fenomena yang problematis. Kepekaan ini dipengaruhi oleh minat dan pengetahuan atau keahlian. Minat dan pengetahuan atau keahlian itu dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain:
a)         Profesi. Profesi atau bidang pekerjaan seseorang dapat menjadi sumber minat untuk melakukan penelitian. Semakin sering seseorang terpapar dengan masalah-masalah yang berkaitan dengan profesinya, akan semakin mendorong orang tersebut berminat untuk menyelesaikannya.
b)        Spesialisasi. Keahlian khusus seseorang akan menyebabkan orang tersebut lebih peka tehadap masalah yang berkaitan dengan keahliannya. Misalnya, seorang perawat spesialis jiwa, akan lebih peka terhadap masalah-masalah kesehatan jiwa pasien yang dirawatnya.
c)         Akademis. Seseorang yang telah mengalami program pendidikan yang lebih tinggi, biasanya telah mendalami tentang salah satu disiplin ilmu pengetahuan. Dengan penguasaan ilmu ini, orang tersebut cenderung lebih peka mengenali masalah dalam bidang keahliannya.
2)      Siap, yaitu tahu teori dan hasil penelitian terdahulu.
3)      Tekun, yaitu mengikuti perkembangan ilmu yang terkait.
2.1.3  Sumber-Sumber Menemukan Masalah Penelitian.
Untuk menemukan suatu masalah tentu perlu mengenal dan mengetahui sumber-sumber masalah agar secara cermat mendapatkan suatu masalah. Terdapat banyak sumber menemukan masalah yang dapat dipilih menjadi tema kegiatan penelitian. Sumber-sumber masalah penelitian diantaranya sebagai berikut:
1)        Pengamatan sekeliling, peristiwa atau gejala sekeliling baik mengenai sumber daya alam maupun mengenai sumber daya manusianya (masyarakatnya) merupakan masalah-masalah aktual yang sering dan selalu muncul sebagai hasil interaksi hubungan manusia dengan manusia yang lain atau antara manusia dengan alam sekitarnya.
2)        Hasil membaca, salah satu cara mengenal masalah penelitian adalah melalui bahan bacaan. Oleh karena itu peneliti perlu akrab dengan bahan-bahan bacaan.
3)        Mengikuti seminar, diskusi, pertemuan ilmiah, pada setiap kegiatan seminar, diskusi, dan pertemuan ilmiah akan diperoleh wawasan maupun gambaran peristiwa dan atau gejala dan sangat mungkin akan memperoleh data yang mungkin menarik untuk diuji atau diteliti secara lebih mendalam.
4)        Pemegang otoritas, pernyataan-pernyataan (statement) para pemegang otoritas, sering menjadi sumber masalah. Yang dimaksud dengan pemegang otoritas adalah orang atau institusi yang secara umum diakui dan dipercaya masyarakat, memiliki kewenangan atau kompetensi mengeluarkan suatu statement.
5)        Pengalaman orang lain, sering mendengar cerita orang lain, baik melalui ceramah, dalam kursus, dalam kuliah, diskusi dikelas, melalui media cetak, atau visual dapat pula merupakan narasumber masalah penelitian.[3]
6)        Pengalaman pribadi, pengalaman pribadi dapat memunculkan masalah yang memerlukan jawaban empiris untuk mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam.[4]
7)        Perasaan intuitif, perasaan intuitif dapat menjadi sumber masalah. Misalnya, masalah muncul ketika pagi hari setelah bangun tidur atau habis istirahat. Selama tidur atau istirahat terjadi konsolidasi atau pengendapan berbagai informasi berkaitan dengan masalah.[5]
8)        Dedukasi dari suatu teori. Suatu teori juga merupakan sumber masalah penelitian yang sangat baik dan menarik. Dalam hubungan ini, bukan teori itu sendiri yang dimasalahkan dan diteliti, melainkan masalah baru yang dimunculkan dari hasil dedukasi suatu teori, suatu masalah baru yang dimunculkan sebagai konsekuensi logis atau kesimpulan deduktif dari suatu teori.
9)        Laporan penelitian. Laporan penelitian juga merupakan sumber berharga untuk menemukan masalah penelitian. Dalam laporan suatu penelitian, setelah data dianalisis dan diinterprestasikan, lazimnya diajukan persoalan-persoalan baru yang membutuhkan penelitian lebih lanjut. Persoalan yang diajukan itu tentunya dapat dipilih sebagai masalah penelitian. Disamping itu, dengan mendalami secara cermat laporan penelitian, akan diketahui masalah yang diteliti beserta metodologi penelitian yang digunakannya, dan sangat mungkin memberikan inspirasi lahirnya masalah-masalah baru.
10)    Rujukan kebijakan, kebijakan pemerintah, lembaga, atau organisasi, juga merupakan sumber penting untuk menemukan masalah penelitian.
11)    Sumber non ilmiah. Masalah juga dapat ditemukan dari sumber-sumber non ilmiah, seperti radio, televisi.
Meskipun masalah penelitian bisa diambil dari begitu banyak sumber, masalah tidak akan dapat diperoleh tanpa kepekaan peneliti dalam mengidentifikasi masalah.

2.1.4   Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah artinya suatu proses mencari dan menemukan masalah. Identifikasi masalah merupakan tahap permulaan untuk menguasai masalah di mana suatu objek dalam suatu jalinan situasi tertentu dapat dikenali sebagai suatu masalah. Identifikasi masalah sering dilakukan dengan mengajukan sebuah pernyataan, yang sifatnya membatasi ruang lingkup masalah.[6]
Dalam penelitian hukum bahkan penelitian pada umumnya berlaku asas: “Bukan kuantitas jawaban yang menentukan mutu penelitian, melainkan kualitas jawabannya.” Dengan demikian, pembatasan masalah menjadi penting dalam penelitian, yaitu dengan mengidentifikasi faktor-faktor apa saja yang termasuk ruang lingkup masalah. Dalam pembatasan masalah ini perlu juga ditentukan di mana dan kapan penelitian dilakukan.
Berikut ini contoh dalam bidang hukum keluarga (perceraian) bagaimana cara mengidentifikasi masalah pembagian harta perkawinan akibat perceraian di daerah Lampung, sehingga fokus masalah dan ruang lingkupnya menjadi jelas, lokasi penelitian juga ditentukan.[7]
1)        Masih banyak terjadi perceraian di daerah Lampung karena kehidupan rumah tangga yang tidak harmonis, yang menyebabkan pembagian harta bersama suami istri.
2)        Rendahnya tingkat pemahaman suami istri terhadap ketentuan Undang-Undang Perkawinan dapat menimbulkan dampak negatif dalam penguasaan, pemilikan, dan pembagian harta bersama akibat perceraian.
3)        Kenyataan dalam masyarakat menunjukkan bahwa yang paling dominan menguasai harta dalam perkawinan adalah suami karena suami adalah kepala keluarga, yang akan berpengaruh terhadap pembagian harta bersama dalam hal terjadi perceraian.
4)         Asas hukum agama yang menjadi dasar Undang-Undang Perkawinan akan menimbulkan kecenderungan pada suami untuk berpegang pada asas hukum agama daripada asas kesamaan hak (emansipasi) dalam pembagian harta bersama akibat perceraian.
5)        Keadaan yang masih berpengaruh dalam masyarakat mengenai pembagian harta bersama akibat perceraian adalah sistem pembagian berdasarkan kesamaan hak dan ketidaksamaan hak akibat berlakunya sistem hukum perkawinan yang berbeda dalam masyarakat, yaitu menurut BW, hukum Islam, dan hukum adat.

2.1.5   Rumusan Masalah
Rumusan masalah dapat diartikan sebagai suatu pernyataan yang lengkap dan rinci mengenai ruang lingkup masalah yang akan diteliti berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah.[8] Sederhana tetapi cukup jelas, demikian idealnya suatu perumusan masalah, sehingga mudah dimengerti dan tidak bertele-tele ataupun berlebihan. Perumusan masalah sebaiknya disusun dengan kalimat tanya. Sebagai syarat lain, hendaknya perumusan masalah dibuat sekhusus mungkin, dengan syarat masih tetap mencerminkan adanya hubungan antara berbagai variabel. Dengan perumusan masalah yang jelas akan didapat kesimpulan hasil penelitian yang baik dan tidak mengambang.[9] Rumusan masalah yang jelas:
1)        Akan menghindari pengumpulan data yang tidak perlu.
2)        Dapat menghemat biaya, waktu, dan tenaga penelitian.
3)        Penelitian akan lebih terarah pada tujuan yang ingin dicapai.[10]
Para ilmuan mengatakan: “Masalah yang dirumuskan dengan baik dan jelas berarti setengah dari kegiatan penelitian sudah selesai.”
Berdasarkan pernyataan-pernyataan identifikasi sebelumnya, dapat dirumuskan masalah hukum yang diteliti, yaitu: “Sistem pembagian manakah yang dianggap sesuai untuk dijadikan dasar pembagian harta bersama akibat perceraian suami istri di daerah Lampung?” Dalam rumusan masalah tersebut terdapat beberapa unsur yang termasuk dalam lingkup masalah, yaitu:
1)        Perceraian suami istri (sebab)
2)        Pembagian harta bersama (akibat)
3)        Sistem pembagian yang dianggap sesuai (instrumen)
4)        Daerah Lampung (lokasi penelitian).

2.2.1 Pengertian Hipotesa
Hipotesa berasal dari dua kata yaitu hypo (belum tentu benar) dan tesis (kesimpulan). Menurut Sekaran (2005), mendefinisikan hipotesis sebagai hubungan yang diperkirakan secara logis di antara dua atau lebih variabel yang diungkap dalam bentuk pernyataan yang dapat diuji. Hipotesis merupakan jawaban sementara atas pernyataan penelitian. Dengan demikian, ada keterkaitan antara perumusan masalah dengan hipotesis, karena perumusan masalah merupakan pertanyaan penelitian. Pertanyaan ini harus dijawab pada hipotesis. Jawaban pada hipotesis ini didasarkan pada teori dan empiris, yang telah dikaji pada kajian teori sebelumnya.
Kajian teori yang digunakan sebagai dasar penyusunan hipotesis dapat diukur dan diamati dalam dunia maya. Maka, teori tersebut harus dijabarkan ke dalam bentuk yang dapat diamati dan diukur melalui operasionalisasi, yaitu mengubah keabstrakan suatu teori menjadi fenomena empiris atau berbentuk proposisi yang dapat diamati dan diukur. Proposisi yang dapat diukur atau diamati adalah proposisi yang menyatakan hubungan antar variabel. Proposisi seperti inilah yang disebut sebagai hipotesis.
Jika teori merupakan pernyataan yang menunjukkan hubungan antar konsep (pada tingkat abstrak atau teoritis), Hipotesis merupakan pernyataan yang menunjukkan  hubungan antar variabel (dalam tingkat konkret atau empiris). Hipotesis menghubungkan teori dengan realitas sehingga melalui hipotesis dimungkinkan dilakukan pengujian atas teori dan bahkan membantu pelaksanaan pengumpulan data yang diperlukan untuk menjawab permasalahan penelitian. Oleh sebab itu, hipotesis sering disebut juga sebagai pernyataan tentang teori dalam bentuk yang dapat diuji (statement of theory in testable form), atau kadang-kadang hipotesis didefinisikan sebagai pernyataan tentatif tentang realitas (tentative statemaents about reality).[11]

2.2.2   Jenis Hipotesis
1.    Hipotesis deskriptif.
Adalah hipotesis yang hanya sekedar menggambarkan terjadinya suatu peristiwa.
2.    Hipotesis argumentatif.
Adalah hipotesis yang disusun untuk menjelaskan secara detail mengenai sebab-sebab utama terjadinya suatu peristiwa.
3.    Hipotesis kerja.
Adalah hipotesis yang digunakan untuk menerka atau meramalkan akibat-akibat yang akan terjadi bila variabel yang satu berubah.
4.    Hipotesis nihil dan hipotesis alternatif.
Adalah hipotesis yang disusun untuk membuktikan benar tidaknya anggapan dasar melalui statistik dan matematik, hipotesis nihil (Ho) digunakan untuk menyatakan ketidak benaran atau tidak ada hubungan antara satu variabel dengan variabel yang lain. Hipotesis adalah dugaan sementara, artinya dapat benar dan dapat pula salah. Jika hipotesis terbukti benar maka harus diterima, tetapi jika salah satu harus ditolak.[12]

2.2.3   Perumusan Hipotesa
Menemukan suatu hipotesa memerlukan kemampuan si peneliti dalam mengaitkan masalah-masalah dengan variabel-variabel yang dapat diukur dengan menggunakan suatu kerangka analisa yang dibentuknya.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh si peneliti untuk menggali hipotesa:
1.    Mempunyai banyak informasi tentang masalah yang ingin dipecahkan dengan jalan banyak membaca literatur-literatur yang ada hubungannya dengan penelitian yang sedang dilaksanakan.
2.    Mempunyai kemampuan untuk memeriksa keterangan tempat-tempat, obyek-obyek serta hal-hal yang berhubungan antara satu sama lain dalam fenomena yang sedang diselidiki.
3.    Mempunyai kemampuan untuk menghubungkan dengan suatu keadaan dengan keadaan yang lain yang sesuai dengan keadaan teori ilmu dan bidang yang bersangkutan.
Perumusan hipotesa dimulai dengan pembentukan kerangka analisa, dan kerangka analisa biasa dinyatakan dengan model matematika, kemudian diuji dengan data empirik.
Dalam memformulasikan atau merumuskan hipotesa, hubungan-hubungan berikut dapat dijadikan model untuk memudahkan rumusan. Suatu hipotesa dapat menegaskan suatu keadaan, dimana suatu obyek tertentu, seseorang, situasi, atau kejadian yang memiliki ciri tertentu.[13]
Dalam merumuskan hipotesa dari rumusan masalah yang diatas adalah:
Hipotesa
Sistem Pembagian harta bersama (gono gini) yang dapat dilakukan oleh masyarakat daerah lampung yang diakibatkan perceraian yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam, maka pembagian harta kekayaan di daerah lampung yang diperoleh baik dari pihak suami atau isteri menjadi hak bersama sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan dan jika perkawinan putus, masing masing berhak 1/2 (seperdua) dari harta tersebut, karena selama perkawinan terdapat adanya harta bersama.

2.2.4. Menguji Hipotesa
Untuk menguji hipotesa diperlukan data atau fakta-fakta. Kerangka pengujian harus ditetapkan lebih dahulu sebelum peneliti mengumpulkan data. Pengujian hipotesa memerlukan pengetahuan yang luas mengenai teori, kerangka teori, penguasaan menggunakan teori secara logis, statistik dan teknik-teknik pengujian. Cara pengujian hipotesa bergantung dri metode dan desain penelitian yang digunakan.
Hal yang penting adalah hipotesa harus diuji, dan dievaluasikan. Apakah hipotesa tersebut cocok dengan fakta atau dengan logika. Ilmuwan tidak akan mengakui validitas ilmu pengetahuan jiwa validitas tidak diuji secara menyeluruh. Satu kesalahan besar dilakukan apabila hipotesa dikatakan benar, walaupun baik dalam memformulasikan hipotesa tersebut.
Secara umum hipotesa dapat diuji dengan dua cara yaitu: dengan cara mencocokkan dengan fakta, atau dengan mempelajari konsistensi logis. Dalam memenguji hipotesa dengan mencocokkan fakta maka diperlukan percobaan-percobaan untuk memperoleh data. Data tersebut kemudian kita nilai untuk mengetahui apakah hipotesa tersebut cocok dengan tersebut atau tidak. Dapat dikerjakan dengan menggunakan desain percobaan.
Jika hipotesa diuji dengan konstensi logis, maka si peneliti memilih suatu desain dimana logika dapat digunakan untuk menerima atau menolak hipotesa. Cara ini sering digunakan dalam menguji hipotesa pada penelitian yang menggunakan metode non eksperimental seperti; metode deskriptif, metode sejarah, dan sebagainya.[14]
 



[1] Moh. Kasiram, Metodologi Penelitian, (Malang: UIN-Malang Press, 2008), 60.
[2] Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1998), 60-61.
[3] Supardi, Metodologi Penelitian Ekonomi dan Bisnis, (Yogyakarta: UII Pers, 2005), 49-53.
[4] Purwanto, Metodologi Penelitian Kuantitatif (Untuk Psikologi Dan Pendidikan), (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), 112.
[5] Sumadi Suryabrata, op.cit., 63.
[6] Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2004), 61.
[7] Ibid., 61-62.
[8] Ibid, 62.
[9] Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, (Jakarta: Sinar Grafika, 1996), 26.
[10] Abdulkadir Muhammad, op.cit., 62.
[11] Juliansyah Noor, Metode Penelitian, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), 79.
[12] Cholid Narbuko dan Abu Akhmadi, Metodologi Penelitian, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2009), 144.
[13] Moh. Nazir, Metode Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1998), 181.
[14] Ibid 181

Tidak ada komentar:

Posting Komentar