A. Kasasi
Kasasi adalah pembatalan Putusan.
Hal tersebut merupakan salah satu tindakan Mahkamah Agung sebagai pengawas
tertinggi atas putusan-putusan lainnya.[1]
Alasan hukum yang dipergunakan dalam permohonan Kasasi sebagaimana tersebut
dalam pasal 30 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung yaitu karena
Pengadilan:
1)
Tidak berwenang atau melampaui
batas wewenang;
2)
Salah menerapkan atau melanggar
hukum yang berlaku;
3)
Lalai memenuhi syarat-syarat yang
diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu
dengan batalnya putusan yang bersangkutan.
B. Pendaftaran Perkara Kasasi[2]
1)
Permohonan kasasi didaftarkan
kepada petugas Meja I Pengadilan Agama atau Mahkamah Syar'iyah.
2)
Permohonan kasasi dapat diajukan
dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari setelah putusan diucapkan atau
setelah pemberitahuan amar putusan.
3)
Dalam hal permohonan kasasi atas
penetapan (voluntair) dapat diajukan dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari
setelah diucapkan atau diberitahukan kepada Pemohon.
4)
Penghitungan waktu 14 (empat belas)
hari dimulai pada hari berikutnya (keesokan harinya) setelah amar putusan
diberitahukan, dan apabila hari ke-14 (keempat belas) jatuh pada hari libur,
maka diperpanjang sampai hari kerja berikutnya.
5)
Petugas Meja 1 menaksir besarnya
panjar biaya kasasi berpedoman pada Surat Keputusan Ketua Pengadilan Agama atau
Mahkamah Syar'iyah tentang Panjar Biaya Perkara kemudian dituangkan dalam SKUM,
yang terdiri dari:
a)
Biaya pendaftaran.
b)
Biaya perkara kasasi yang dikirim
ke Mahkamah Agung RI.[3]
c)
Ongkos pengiriman biaya perkara
kasasi.
d)
Biaya pemberitahuan akta kasasi.
e)
Biaya pemberitahuan memori kasasi.
f)
Biaya pemberitahuan kontra memori
kasasi.
g)
Biaya fotokopi / penggandaan dan
pemeriksaan.
h)
Biaya pengiriman berkas perkara
kasasi.
i)
Biaya transportasi petugas
pengiriman.
j)
Biaya pemberitahuan amar putusan
kasasi kepada Pemohon kasasi.
k)
Biaya pemberitahuan amar putusan
kasasi kepada Termohon kasasi.
6)
Petugas Meja I membuat SKUM rangkap
empat:
a)
Lembar pertama warna hijau untuk
bank.
b)
Lembar kedua warna putih untuk
Pemohon kasasi.
c)
Lembar ketiga warna merah untuk
Kasir.
d)
Lembar keempat warna kuning untuk
dilampirkan dalam berkas.
7)
Apabila para pihak masing-masng
mengajukan upaya hukum kasasi, maka:
a)
Biaya perkara kasasi yang dikirim
ke Mahkamah Agung hanya dipungut satu kali, yaitu dari pengaju pertama.
b)
Pengaju kedua hanya dibebani biaya:
(1)
Fotokopi penggandaan berkas.
(2)
Pemberitahuan akta kasasi
(3)
Pemberitahuan memori kasasi.
(4)
Pemberitahuan kontra memori kasasi.
c)
Panitera Pengadilan Agama atau
Mahkamah Syar'iyah melaporkan secara tertulis ke Mahkamah Agung mengenai upaya
hukum kasasi yang diajukan oleh kedua belah pihak.
8)
Petugas Meja I menyerahkan
permohonan kasasi yang dilengkapi dengan SKUM kepada para pihak pengaju untuk
membayar panjar biaya perkara kasasi kepada Kasir melalui bank.
9)
Pemegang Kas setelah menerima bukti
pembayaran panjar biaya perkara kasasi harus menandatangani dan membubuhkan cap
lunas pada SKUM.
10)
Permohonan kasasi dapat diterima
apabila panjar biaya perkara kasasi yang tercantum dalam SKUM telah dibayar
lunas.
11)
Pemegang Kas membukukan uang panjar
biaya kasasi yang tercantum dalam SKUM pada Buku Jurnal Keuangan Perkara
Kasasi.
12)
Biaya permohonan kasasi untuk
Mahkamah Agung dikirim oleh Pemegang Kas melalui Bank BNI Syari’ah Kantor
Layanan BNI Syari’ah Mahkamah Agung Jl. Medan Merdeka Utara Nomor 9 – 13
Jakarta Pusat, Nomor Rekening 179179175 atas nama Kepaniteraan Mahkamah Agung
(Surat Panitera Mahkamah Agung RI Nomor 464/PAN/XI/2008 tanggal 12 November
2008 yang ditujukan kepada para Ketua PN, Pengadilan Agama atau Mahkamah
Syar'iyah dan PTUN), dan bukti pengirimannya dilampirkan dalam berkas perkara
yang bersangkutan.
13)
Apabila panjar biaya perkara kasasi
telah dibayar lunas, maka Panitera pada hari itu juga membuat akta permohonan
kasasi yang dilampirkan pada berkas perkara dan mencatat permohonan kasasi
tersebut dalam Buku Register Induk Perkara dan Buku Register Permohonan Kasasi.
14)
Permohonan kasasi yang telah
terdaftar, dalam waktu 7 (tujuh) hari harus telah diberitahukan kepada pihak
lawan.
15)
Memori kasasi, selambat-lambatnya
14 (empat belas) hari sesudah permohonan kasasi terdaftar, harus sudah diterima
pada Kepaniteraan Pengadilan Agama atau Mahkamah Syar'iyah. Apabila dalam waktu
tersebut memori kasasi belum diterima, Pemohon Kasasi dianggap tidak
menyerahkan memori kasasi. Penghitungan 14 (empat belas) hari tersebut sama
dengan pada butir (3) di atas.
16) Panitera memberikan tanda terima
atas penerimaan memori kasasi dan dalam waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari
salinan memori kasasi harus diberitahukan kepada pihak lawan.
17)
Setelah memori kasasi diberitahukan
kepada pihak lawan, kontra memori kasasi selambat-lambatnya 14 (empat belas)
hari harus sudah disampaikan kepada Kepaniteraan Pengadilan Agama atau Mahkamah
Syar'iyah untuk diberitahukan kepada pihak lawan.
18)
Dalam waktu 60 (enam puluh) hari
sejak permohonan kasasi diajukan, berkas permohonan kasasi berupa Bundel A dan
Bundel B harus dikirim ke Mahkamah Agung.
19)
Apabila syarat formal permohonan
kasasi tidak dipenuhi oleh Pemohon kasasi, maka berkas perkaranya tidak
dikirimkan ke Mahkamah Agung.[4]
20)
Yang dimaksud dengan syarat formal
permohonan kasasi adalah tenggang waktu permohonan kasasi, pernyataan kasasi,
panjar biaya perkara kasasi dan memori kasasi.[5]
21) Panitera Pengadilan Agama atau
Mahkamah Syar'iyah membuat surat keterangan bahwa permohonan kasasi tersebut
tidak memenuhi syarat formal.[6]
22) Berdasarkan surat keterangan
Panitera tersebut dan setelah Ketua meneliti kebenarannya, Ketua Pengadilan
Agama atau Mahkamah Syar'iyah membuat penetapan yang menyatakan bahwa
permohonan kasasi tersebut tidak dapat diterima.
23) Salinan penetapan Ketua Pengadilan
Agama atau Mahkamah Syar'iyah tersebut pada butir (22) di atas diberitahukan /
disampaikan kepada para pihak sesuai ketentuan yang berlaku.
24) Dengan dikeluarkannya penetapan
Ketua Pengadilan Agama atau Mahkamah Syar'iyah tersebut, maka putusan yang
dimohonkan kasasi menjadi berkekuatan hukum tetap dan terhadap penetapan ini
tidak dapat dilakukan upaya hukum.
25) Petugas kepaniteraan mencatat kode
“TMS” (Tidak memenuhi syarat formal) dalam kolom keterangan pada Buku Induk
Register Perkara).
26) Ketua Pengadilan Agama atau Mahkamah
Syar'iyah melaporkan permohonan kasasi yang tidak memenuhi syarat formal dengan
dilampiri penetapan tersebut ke Mahkamah Agung.
27) Tanggal penerimaan memori kasasi
dan kontra memori kasasi harus dicatat dalam Buku Register Induk Perkara dan
Buku Register Permohonan Kasasi.
28)
Pencabutan permohonan perkara
kasasi dilakukan dengan langkah sebagai berikut:
a)
Permohonan pencabutan diajukan oleh
Pemohon kasasi kepada Ketua Mahkamah Agung melalui Ketua Pengadilan Agama atau
Mahkamah Syar'iyah yang memeriksa perkara dan disetujui oleh Termohon Kasasi.
b)
Panitera Pengadilan Agama atau
Mahkamah Syar'iyah membuat Akta Pencabutan kasasi yang ditandatangani Panitera,
Pemohon Kasasi, dan Termohon Kasasi.
c)
Pengadilan Agama atau Mahkamah
Syar'iyah mengirim surat kepada Ketua Mahkamah Agung RI cq Ketua Muda Urusan
Lingkungan Peradilan Agama MARI dengan lampiran huruf (a) dan (b) (Surat Ketua
Muda ULDILAG Mahkamah Agung RI No. 08/TUADA-AG/VII/2001 tanggal 5 Juli 2001).
29)
Ketua Pengadilan Agama atau
Mahkamah Syar'iyah harus membaca putusan kasasi dengan cermat dan teliti
sebelum menyampaikan kepada para pihak.
30)
Fotokopi relaas pemberitahuan amar
putusan kasasi dikirim ke Mahkamah Agung.
C. Tertib Berkas Perkara Kasasi[7]
Bundel A (untuk arsip Pengadilan Agama)
Susunan dan aturan bundel A kasasi adalah sama
dengan susunan dan aturan pada bundel A Permohonan banding. Terdiri dari:
1)
Surat gugatan penggugat atau surat
perrnohonan pemohon;
2)
Penetapan Penunjukan Majelis Hakim
(PMH).
3)
Penetapan Hari Sidang (PHS).
4)
Relaas-relaas panggilan.
5)
Berita Acara Sidang
(jawaban/replik/duplik pihak-pihak dimasukkan dalarn kesatuan Berita Acara).
6)
Surat Kuasa dari kedua belah pihak
(bila memakai kuasa);
7)
Penetapan Sita
Conservotoir/Revendicatoir (bila ada).
8)
Berita Acara Sita
Conservatoir/Revindicatoir (bila ada);
9)
Lampiran-!ampiran surat-surat yang
dimajukan oleh kedua belah pihak (bila ada).
10)
Surat-surat bukti penggugat
(diperinci).
11)
Surat-surat bukti tergugat
(diperinci);
12)
Tanggapan bukti-bukti tergugat dari
penggugat (bila ada).
13)
Tanggapan bukti-bukti dari Tergugat
(bila ada).
14)
Berita Acara Pemeriksaan setempat
(bila ada).
15)
Gambar situasi (bila ada).
16)
Surat-surat lainnya (bila ada).
Bundel B (untuk arsip Mahkamah Agung RI).
1)
Relas-relas pemberitahuan putusan
banding kepada kedua belah pihak.
2)
Akte permohonan kasasi.
3)
Surat kuasa khusus dari pemohon
kasasi (bila ada).
4)
Memori kasasi (bila ada) atau surat
keterangan apabila pemohon kasasi tidak mengajukan memori kasasi.
5)
Tanda terima memori kasasi.
6)
Relas pemberitahuan kasasi kepada
pihak lawan.
7)
Relas pemberitahun memori kasasi
kepada pihak lawan.
8)
Kontra memori kasasi (bila ada).
9)
Relas pemberitahuan kontra memori
kasasi kepada pihak lawan. Relaas memberikan kesempatan pihak-pihak, membaca
dan memeriksa berkas (inzage).
10)
Salinan resmi putusan Pengadilan Agama.
Salinan resmi putusan Pengadila Tinggi Agama.
11)
Tanda bukti setoran biaya yang sah
dari Bank.
12)
Surat-surat lain yang sekiranya
ada.
[1]
Abdul Manan dan Ahmad Kamil, Penerapan dan Pelaksanaan Pola Pembinaan dan
Pengendalian Administrasi Kepaniteraan Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi
Agama, (Jakarta: Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung
Republik Indonesia, 2007), 33.
[2]
Mahkamah Agung, Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan Agama
(Buku II Edisi Revisi 2010), (Jakarta: Direktorat Jenderal Badan Peradilan
Agama Mahkamah Agung Republik Indonesia, 2010), 19-24.
[3]
Pasal 2 ayat (1) huruf (a) PERMA Nomor 02 Tahun 2009.
[4]
Pasal 45A ayat (3) Undang-undang Nomor 5 Tahun 2004 yang telah diubah dengan
Undang-undang Nomor 3 Tahun 2009
[5]
Pasal 46 dan 47 Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah
dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan
Undang-undang Nomor 3 Tahun 2009.
[6]
Pasal 45A Undang-undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan
Undang-undang Nomor 3 Tahun 2009.
[7]
H. Abdul Manan dan H. Ahmad Kamil, Op.Cit., 35.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar