7 Mar 2016

Pola Prosedur Penerimaan Kasasi

A. Kasasi
Kasasi adalah pembatalan Putusan. Hal tersebut merupakan salah satu tindakan Mahkamah Agung sebagai pengawas tertinggi atas putusan-putusan lainnya.[1] Alasan hukum yang dipergunakan dalam permohonan Kasasi sebagaimana tersebut dalam pasal 30 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung yaitu karena Pengadilan:
1)        Tidak berwenang atau melampaui batas wewenang;
2)        Salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku;
3)        Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan.

B. Pendaftaran Perkara Kasasi[2]
1)        Permohonan kasasi didaftarkan kepada petugas Meja I Pengadilan Agama atau Mahkamah Syar'iyah.
2)        Permohonan kasasi dapat diajukan dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari setelah putusan diucapkan atau setelah pemberitahuan amar putusan.
3)        Dalam hal permohonan kasasi atas penetapan (voluntair) dapat diajukan dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari setelah diucapkan atau diberitahukan kepada Pemohon.
4)        Penghitungan waktu 14 (empat belas) hari dimulai pada hari berikutnya (keesokan harinya) setelah amar putusan diberitahukan, dan apabila hari ke-14 (keempat belas) jatuh pada hari libur, maka diperpanjang sampai hari kerja berikutnya.
5)        Petugas Meja 1 menaksir besarnya panjar biaya kasasi berpedoman pada Surat Keputusan Ketua Pengadilan Agama atau Mahkamah Syar'iyah tentang Panjar Biaya Perkara kemudian dituangkan dalam SKUM, yang terdiri dari:
a)         Biaya pendaftaran.
b)        Biaya perkara kasasi yang dikirim ke Mahkamah Agung RI.[3]
c)         Ongkos pengiriman biaya perkara kasasi.
d)        Biaya pemberitahuan akta kasasi.
e)         Biaya pemberitahuan memori kasasi.
f)         Biaya pemberitahuan kontra memori kasasi.
g)        Biaya fotokopi / penggandaan dan pemeriksaan.
h)        Biaya pengiriman berkas perkara kasasi.
i)          Biaya transportasi petugas pengiriman.
j)          Biaya pemberitahuan amar putusan kasasi kepada Pemohon kasasi.
k)        Biaya pemberitahuan amar putusan kasasi kepada Termohon kasasi.
6)        Petugas Meja I membuat SKUM rangkap empat:
a)         Lembar pertama warna hijau untuk bank.
b)        Lembar kedua warna putih untuk Pemohon kasasi.
c)         Lembar ketiga warna merah untuk Kasir.
d)        Lembar keempat warna kuning untuk dilampirkan dalam berkas.
7)        Apabila para pihak masing-masng mengajukan upaya hukum kasasi, maka:
a)         Biaya perkara kasasi yang dikirim ke Mahkamah Agung hanya dipungut satu kali, yaitu dari pengaju pertama.
b)        Pengaju kedua hanya dibebani biaya:
(1)      Fotokopi penggandaan berkas.
(2)      Pemberitahuan akta kasasi
(3)      Pemberitahuan memori kasasi.
(4)      Pemberitahuan kontra memori kasasi.
c)         Panitera Pengadilan Agama atau Mahkamah Syar'iyah melaporkan secara tertulis ke Mahkamah Agung mengenai upaya hukum kasasi yang diajukan oleh kedua belah pihak.
8)        Petugas Meja I menyerahkan permohonan kasasi yang dilengkapi dengan SKUM kepada para pihak pengaju untuk membayar panjar biaya perkara kasasi kepada Kasir melalui bank.
9)        Pemegang Kas setelah menerima bukti pembayaran panjar biaya perkara kasasi harus menandatangani dan membubuhkan cap lunas pada SKUM.
10)    Permohonan kasasi dapat diterima apabila panjar biaya perkara kasasi yang tercantum dalam SKUM telah dibayar lunas.
11)    Pemegang Kas membukukan uang panjar biaya kasasi yang tercantum dalam SKUM pada Buku Jurnal Keuangan Perkara Kasasi.
12)    Biaya permohonan kasasi untuk Mahkamah Agung dikirim oleh Pemegang Kas melalui Bank BNI Syari’ah Kantor Layanan BNI Syari’ah Mahkamah Agung Jl. Medan Merdeka Utara Nomor 9 – 13 Jakarta Pusat, Nomor Rekening 179179175 atas nama Kepaniteraan Mahkamah Agung (Surat Panitera Mahkamah Agung RI Nomor 464/PAN/XI/2008 tanggal 12 November 2008 yang ditujukan kepada para Ketua PN, Pengadilan Agama atau Mahkamah Syar'iyah dan PTUN), dan bukti pengirimannya dilampirkan dalam berkas perkara yang bersangkutan.
13)    Apabila panjar biaya perkara kasasi telah dibayar lunas, maka Panitera pada hari itu juga membuat akta permohonan kasasi yang dilampirkan pada berkas perkara dan mencatat permohonan kasasi tersebut dalam Buku Register Induk Perkara dan Buku Register Permohonan Kasasi.
14)    Permohonan kasasi yang telah terdaftar, dalam waktu 7 (tujuh) hari harus telah diberitahukan kepada pihak lawan.
15)    Memori kasasi, selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari sesudah permohonan kasasi terdaftar, harus sudah diterima pada Kepaniteraan Pengadilan Agama atau Mahkamah Syar'iyah. Apabila dalam waktu tersebut memori kasasi belum diterima, Pemohon Kasasi dianggap tidak menyerahkan memori kasasi. Penghitungan 14 (empat belas) hari tersebut sama dengan pada butir (3) di atas.
16)   Panitera memberikan tanda terima atas penerimaan memori kasasi dan dalam waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari salinan memori kasasi harus diberitahukan kepada pihak lawan.
17)    Setelah memori kasasi diberitahukan kepada pihak lawan, kontra memori kasasi selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari harus sudah disampaikan kepada Kepaniteraan Pengadilan Agama atau Mahkamah Syar'iyah untuk diberitahukan kepada pihak lawan.
18)    Dalam waktu 60 (enam puluh) hari sejak permohonan kasasi diajukan, berkas permohonan kasasi berupa Bundel A dan Bundel B harus dikirim ke Mahkamah Agung.
19)    Apabila syarat formal permohonan kasasi tidak dipenuhi oleh Pemohon kasasi, maka berkas perkaranya tidak dikirimkan ke Mahkamah Agung.[4]
20)    Yang dimaksud dengan syarat formal permohonan kasasi adalah tenggang waktu permohonan kasasi, pernyataan kasasi, panjar biaya perkara kasasi dan memori kasasi.[5]
21) Panitera Pengadilan Agama atau Mahkamah Syar'iyah membuat surat keterangan bahwa permohonan kasasi tersebut tidak memenuhi syarat formal.[6]
22)  Berdasarkan surat keterangan Panitera tersebut dan setelah Ketua meneliti kebenarannya, Ketua Pengadilan Agama atau Mahkamah Syar'iyah membuat penetapan yang menyatakan bahwa permohonan kasasi tersebut tidak dapat diterima.
23)  Salinan penetapan Ketua Pengadilan Agama atau Mahkamah Syar'iyah tersebut pada butir (22) di atas diberitahukan / disampaikan kepada para pihak sesuai ketentuan yang berlaku.
24) Dengan dikeluarkannya penetapan Ketua Pengadilan Agama atau Mahkamah Syar'iyah tersebut, maka putusan yang dimohonkan kasasi menjadi berkekuatan hukum tetap dan terhadap penetapan ini tidak dapat dilakukan upaya hukum.
25)  Petugas kepaniteraan mencatat kode “TMS” (Tidak memenuhi syarat formal) dalam kolom keterangan pada Buku Induk Register Perkara).
26)  Ketua Pengadilan Agama atau Mahkamah Syar'iyah melaporkan permohonan kasasi yang tidak memenuhi syarat formal dengan dilampiri penetapan tersebut ke Mahkamah Agung.
27) Tanggal penerimaan memori kasasi dan kontra memori kasasi harus dicatat dalam Buku Register Induk Perkara dan Buku Register Permohonan Kasasi.
28)    Pencabutan permohonan perkara kasasi dilakukan dengan langkah sebagai berikut:
a)         Permohonan pencabutan diajukan oleh Pemohon kasasi kepada Ketua Mahkamah Agung melalui Ketua Pengadilan Agama atau Mahkamah Syar'iyah yang memeriksa perkara dan disetujui oleh Termohon Kasasi.
b)        Panitera Pengadilan Agama atau Mahkamah Syar'iyah membuat Akta Pencabutan kasasi yang ditandatangani Panitera, Pemohon Kasasi, dan Termohon Kasasi.
c)         Pengadilan Agama atau Mahkamah Syar'iyah mengirim surat kepada Ketua Mahkamah Agung RI cq Ketua Muda Urusan Lingkungan Peradilan Agama MARI dengan lampiran huruf (a) dan (b) (Surat Ketua Muda ULDILAG Mahkamah Agung RI No. 08/TUADA-AG/VII/2001 tanggal 5 Juli 2001).
         29)    Ketua Pengadilan Agama atau Mahkamah Syar'iyah harus membaca putusan kasasi dengan                 cermat dan teliti sebelum menyampaikan kepada para pihak.
          30)    Fotokopi relaas pemberitahuan amar putusan kasasi dikirim ke Mahkamah Agung.

C. Tertib Berkas Perkara Kasasi[7]
Bundel A (untuk arsip Pengadilan Agama)
Susunan dan aturan bundel A kasasi adalah sama dengan susunan dan aturan pada bundel A Permohonan banding. Terdiri dari:
1)          Surat gugatan penggugat atau surat perrnohonan pemohon;
2)          Penetapan Penunjukan Majelis Hakim (PMH).
3)          Penetapan Hari Sidang (PHS).
4)          Relaas-relaas panggilan.
5)          Berita Acara Sidang (jawaban/replik/duplik pihak-pihak dimasukkan dalarn kesatuan Berita Acara).
6)          Surat Kuasa dari kedua belah pihak (bila memakai kuasa);
7)          Penetapan Sita Conservotoir/Revendicatoir (bila ada).
8)          Berita Acara Sita Conservatoir/Revindicatoir (bila ada);
9)          Lampiran-!ampiran surat-surat yang dimajukan oleh kedua belah pihak (bila ada).
10)      Surat-surat bukti penggugat (diperinci).
11)      Surat-surat bukti tergugat (diperinci);
12)      Tanggapan bukti-bukti tergugat dari penggugat (bila ada).
13)      Tanggapan bukti-bukti dari Tergugat (bila ada).
14)      Berita Acara Pemeriksaan setempat (bila ada).
15)      Gambar situasi (bila ada).
16)      Surat-surat lainnya (bila ada).


Bundel B (untuk arsip Mahkamah Agung RI).
1)          Relas-relas pemberitahuan putusan banding kepada kedua belah pihak.
2)          Akte permohonan kasasi.
3)          Surat kuasa khusus dari pemohon kasasi (bila ada).
4)          Memori kasasi (bila ada) atau surat keterangan apabila pemohon kasasi tidak mengajukan memori kasasi.
5)          Tanda terima memori kasasi.
6)          Relas pemberitahuan kasasi kepada pihak lawan.
7)          Relas pemberitahun memori kasasi kepada pihak lawan.
8)          Kontra memori kasasi (bila ada).
9)          Relas pemberitahuan kontra memori kasasi kepada pihak lawan. Relaas memberikan kesempatan pihak-pihak, membaca dan memeriksa berkas (inzage).
10)      Salinan resmi putusan Pengadilan Agama. Salinan resmi putusan Pengadila Tinggi Agama.
11)      Tanda bukti setoran biaya yang sah dari Bank.
12)      Surat-surat lain yang sekiranya ada.


[1] Abdul Manan dan Ahmad Kamil, Penerapan dan Pelaksanaan Pola Pembinaan dan Pengendalian Administrasi Kepaniteraan Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi Agama, (Jakarta: Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung Republik Indonesia, 2007), 33.
[2] Mahkamah Agung, Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan Agama (Buku II Edisi Revisi 2010), (Jakarta: Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung Republik Indonesia, 2010), 19-24.
[3] Pasal 2 ayat (1) huruf (a) PERMA Nomor 02 Tahun 2009.
[4] Pasal 45A ayat (3) Undang-undang Nomor 5 Tahun 2004 yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2009
[5] Pasal 46 dan 47 Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2009.
[6] Pasal 45A Undang-undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2009.
[7] H. Abdul Manan dan H. Ahmad Kamil, Op.Cit., 35.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar